Tiga Penyempurna Kebajikan

Ada tiga hal yang tanpanya tidak sempurna suatu kebajikan: Menilainya sedikit, mempercepatnya, dan merahasiakannya. Demikian M. Quraish Shihab menyebutkan.


Perasaan cepat puas atas amal ibadah yang sudah kita lakukan, menghambat kita untuk terus memperbaiki kualitas diri dan ibadah kita. Ketika kita merasa sudah melakukan banyak kebaikan, menilai besar bantuan dan sedekah yang kita berikan, kesombongan dan pamrih bahkan keengganan untuk berbuat lebih, bisa muncul dalam hati kita.


Karenanya, berbuat baiklah tanpa menghitung-hitungnya. Lupakan apa yang sudah kita berikan, biarkan Allah yang menilainya. Niscaya kebajikan yang kita nilai sedikit akan menjadi banyak di sisi-Nya.

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (QS. An-Nisa:36).

Dari Fathimah binti Al Mundzir dari Asma’ ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: ‘Bersedekahlah kamu dan jangan menghitung-hitung, karena Allah akan menghitung-hitung pula pemberian-Nya kepadamu. Dan janganlah kikir, karena Allah akan kikir pula kepadamu.’” (HR. Muslim).


Kita tentu ingat sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadis riwayat al-Hakim: “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: 1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, 2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, 3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, 4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, 5) Hidupmu sebelum datang kematianmu.”


Ini sebabnya kita harus menyegerakan berbuat kebaikan selagi kita masih memiliki kemampuan dan kesempatan. Mempercepat kebaikan juga berarti mempercepat manfaat yang dihasilkannya dan  kebahagiaan orang yang menerimanya.


Terakhir, merahasiakan kebajikan yang kita lakukan untuk menjaga perasaan dan harga diri penerimanya. Ini juga bertujuan untuk menjaga keikhlasan kita.


Menyegerakan kebaikan sesuai kemampuan kita, tanpa menghitung-hitungnya atau menilainya banyak, kemudian melupakan dan tidak lagi menyebut-nyebutnya, akan menyempurnakan kebajikan yang kita lakukan. Semoga Allah swt. meridhai dan menerimanya sebagai amal ibadah.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Baqarah: 264).

Diposkan kembali dari sumber http://alifmagz.com/?p=28184
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matsnawi Maknawi - Buku I Bait 1030 - 1040

Sebuah Dialog

Nilai Kebenaran (yang) Terorganisir