Dua Polisi yang Menyaksikan Sayyid Qutb
Kiriman dari seorang sahabat... cerita baik
kiriman dari seorang kawan...cerita baik tentang hamba-hamba
Allah yang baik, salam.
Dua Polisi yang Menyaksikan Eksekusi atas Sayyid Qutb
Oleh Prince of Jihad pada
Kamis 02 Juli 2009, 06:02 PM
Ulama, da’i serta para
penyeru Islam yang mempersembahkan nyawanya di Jalan Allah, atas dasar ikhlas
kepada-Nya, senantiasa ditempatkan Allah sangat tinggi dan mulia di hati
segenap manusia.
Di antara da’i dan penyeru Islam itu adalah Syuhada (insya Allah) Sayyid
Qutb. Bahkan peristiwa eksekusi matinya yang dilakukan dengan cara digantung,
memberikan kesan mendalam dan menggetarkan bagi siapa saja yang mengenal beliau
atau menyaksikan sikapnya yang teguh. Mereka yang begitu tergetar dengan sosok
mulia ini adalah dua orang polisi yang menyaksikan eksekusi matinya (di tahun
1966).
Salah seorang polisi itu mengetengahkan kisahnya kepada kita:
Di penjara militer pada saat itu, setiap malam kami menerima orang atau
sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda. Setiap orang-orang
itu tiba, atasan kami menyampaikan bahwa orang - orang itu adalah para
pengkhianat negara yang telah bekerja sama dengan agen Zionis Yahudi. Karena
itu, dengan cara apa pun kami harus bias mengorek rahasia dari mereka. Kami
harus dapat membuat mereka membuka mulut dengan cara apa pun, meski itu harus
dengan menimpakan siksaan keji pada mereka tanpa pandang bulu.
Jika tubuh mereka penuh dengan berbagai luka akibat pukulan dan cambukkan,
itu sesuatu pemandangan harian yang biasa. Kami melaksanakan tugas itu dengan
satu keyakinan kuat bahwa kami tengah melaksanakan tugas mulia: menyelamatkan
negara dan melindungi masyarakat dari para “ pengkhianat keji” yang telah
bekerja sama dengan Yahudi hina.
Begitulah, hingga kami menyaksikan berbagai peristiwa yang tidak dapat kami
mengerti. Kami mempersaksikan para ‘ pengkhianat’ ini senantiasa menjaga Shalat
mereka, bahkan senantiasa berusaha menjaga dengan teguh qiyamul lail setiap
malam, dalam keadaan apa pun. Ketika ayunan pukulan dan cabikan cambuk
memecahkan daging mereka, mereka tidak berhenti untuk mengingat Allah. Lisan
mereka senantiasa berzikir walau tengah menghadapi siksaan yang berat.
Beberapa diantara mereka berpulang menghadap Allah sementara ayunan cambuk
tengah mendera tubuh mereka, atau ketika sekawanan anjing lapar merobek daging
punggung mereka. Tetapi dalam kondisi mencekam itu, mereka menghadapi maut
dengan senyum dibibir, dan lisan yang selalu basah mengingat nama Allah.
Perlahan, kami mulai ragu, apakah benar orang-orang ini adalah sekawanan
‘penjahat keji’ dan ‘pengkhianat’? Bagaimana mungkin orang-orang yang teguh
dalam menjalankan perintah agamanya adalah orang yang berkolaborasi dengan
musuh Allah?
Malam itu seorang sheikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan
mengingatkannya kepada Allah, sebelum dieksekusi.
(Sheikh itu berkata, “Wahai Sayyid, ucapkanlah Laa ilaha illa Allah …”.
Sayyid Qutb hanya tersenyum lalu berkata, “Sampai juga engkau wahai Sheikh,
menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan
diri demi membela dan meninggikan kalimat Laa ilaha illa Allah, sementara
engkau mencari makan dengan Laa ilaha illa Allah ”. Pent)
Dini hari esoknya, kami, aku dan temanku, menuntun dan tangannya dan
membawanya ke sebuah mobil tertutup, di mana di dalamnya telah ada beberapa
tahanan lainnya yang juga akan dieksekusi. Beberapa saat kemudian, mobil
penjara itu berangkat ke tempat eksekusi, dikawal oleh beberapa mobil militer
yang membawa kawanan tentara bersenjata lengkap.
Begitu tiba di tempat eksekusi, tiap tentara menempati posisinya dengan
senjata siap. Para perwira militer telah menyiapkan segala hal termasuk
memasang instalasi tiang gantung untuk setiap tahanan. Seorang tentara
eksekutor mengalungkan tali gantung ke leher beliau dan para tahanan lain.
Setelah semua siap, seluruh petugas bersiap menunggu perintah eksekusi.
Di tengah suasana ‘maut’ yang begitu mencekam dan mengguncangkan jiwa itu,
aku menyaksikan peristiwa yang mengharukan dan mengagumkan. Ketika tali gantung
telah mengikat leher mereka, masing-masing saling bertausiyah kepada
saudaranya, untuk tetap tsabat dan shabr, serta menyampaikan kabar gembira,
saling berjanji untuk bertemu di Surga, bersama dengan Rasulullah tercinta dan
para Shahabat. Tausiyah ini kemudian diakhiri dengan pekikan, “ALLAHU AKBAR WA
LILLAHIL HAMD!” Aku tergetar mendengarnya.
Di saat yang genting itu, kami mendengar bunyi mobil datang. Gerbang
ruangan dibuka dan seorang pejabat militer tingkat tinggi datang dengan
tergesa- gesa sembari memberi komando agar pelaksanaan eksekusi ditunda.
Perwira tinggi itu mendekati Sayyid Qutb, lalu memerintahkan agar tali
gantungan dilepaskan dan tutup mata dibuka. Perwira itu kemudian menyampaikan
kata-kata dengan bibir bergetar, “Saudaraku Sayyid, aku datang bersegera
menghadap Anda, dengan membawa kabar gembira dan pengampunan dari Presiden kita
yang sangat pengasih. Anda hanya perlu menulis satu kalimat saja sehingga Anda
dan seluruh teman-teman Anda akan diampuni ”.
Perwira itu tidak membuang-buang waktu, ia segera mengeluarkan sebuah notes
kecil dari saku bajunya dan sebuah pulpen, lalu berkata, “Tulislah
Saudaraku, satu kalimat saja… Aku bersalah dan aku minta maaf …”
(Hal serupa pernah terjadi ketika Ustadz Sayyid Qutb dipenjara, lalu
datanglah saudarinya Aminah Qutb sembari membawa pesan dari rejim thowaghit
Mesir, meminta agar Sayyid Qutb sekedar mengajukan permohonan maaf secara
tertulis kepada Presiden Jamal Abdul Naser, maka ia akan diampuni. Sayyid Qutb
mengucapkan kata-katanya yang terkenal, “Telunjuk yang senantiasa
mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap salatnya, menolak untuk menuliskan
barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rejim thowaghit …”. Pent)
Sayyid Qutb menatap perwira itu dengan matanya yang bening. Satu senyum
tersungging di bibirnya. Lalu dengan sangat berwibawa Beliau berkata, “Tidak
akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan dunia yang fana
ini dengan Akhirat yang abadi ”.
Perwira itu berkata, dengan nada suara bergetar karena rasa sedih yang
mencekam, “Tetapi Sayyid, itu artinya kematian…”
Ustadz Sayyid Qutb berkata tenang, “Selamat datang kematian di Jalan
Allah…Sungguh Allah Maha Besar!”
Aku menyaksikan seluruh episode ini, dan tidak mampu berkata apa-apa. Kami
menyaksikan gunung menjulang yang kokoh berdiri mempertahankan iman dan
keyakinan. Dialog itu tidak dilanjutkan, dan sang perwira memberi tanda
eksekusi untuk dilanjutkan.
Segera, para eksekutor akan menekan tuas, dan tubuh Sayyid Qutb beserta
kawan-kawannya akan menggantung. Lisan semua mereka yang akan menjalani
eksekusi itu mengucapkan sesuatu yang tidak akan pernah kami lupakan untuk
selama-lamanya. Mereka mengucapkan “Laa ilaha illah
Allah, Muhammad Rasulullah…”
Sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk bertobat, takut kepada
Allah, dan berusaha menjadi hamba-Nya yang Sholeh. Aku senantiasa berdoa kepada
Allah agar Dia mengampuni dosa-dosaku, serta menjaga diriku di dalam iman
hingga akhir hayatku.
Diambil dari kumpulan kisah: “Mereka yang kembali kepada Allah”
Oleh: Muhammad Abdul Aziz Al Musnad
Diterjemahkan oleh Dr. Muhammad Amin Taufiq.
Komentar
Posting Komentar