Puasa (Sebagai Upaya Mengendalikan Diri) Part 1



Puasa dalam arti menahan nafsu makan dan minum dikenal oleh manuisa abad 20 dalam berbagai bentuk dan motivasi. Ada yang melaksanakannya demi menjaga kesehatan dan kelangsingan badan; ada yang tujuan untuk protes terhadap suatu kebijaksanaan; ada yang memanfaatkan sebagai sarana membersihkan jiwa, membersihkan diri dari dosa dan mendekatkan diri kepada Tuhan; dan ada juga yang melaksanakannya sebagai tanda berkabung atau menampakkan solidaritas terhadap yang berkabung.

Apa pun bentuk dan motivasi dari puasa, ia tidak dapat dipisahkan dari pengendalian diri. Pengendalian akan mengantarkan manusia pada kebebasan dari belenggu “Kebiasaan” yang mungkin dapat menghambat kemajuannya.

Pengendalian dan pengarahan sangat dibutuhkan oleh manusia, baik secara pribadi ataupun secara kelompok. Karena, secara umum, jiwa manusia berpotensi untuk sangat cepat terpengaruh, khususnya, bila ia tidak memiliki kesadaran mengendalikannya serta tekad yang kuat untuk menghadapi bisikan-bisikan negatif. Kelompok masyarakat pun membutuhkan hal-hal diatas demi mengatasi problem-problem dan meraih kejayaan.

Tekad untuk mengatasi problem dan meraih kejayaan harus dibarengi dengan kesadaran dan ketenangan jiwa. Hal ini yang menjadikan penafsiran, mengapa cara pengendalian diri dan pengarahan keinginan melalui puasa harus dilakukan dalam suatu bentuk, sehingga tidak diketahui hakikatnya kecuali oleh Allah dan si pelakunya sendiri. Dari sinilah bentuk kesadaran tersebut diperoleh, sedang niat melakukannya, demi karena Allah, menimbulkan ketenangan dan ketenteraman jiwa.

Setiap tekad apabila tidak disertai dengan kesadaran hanya akan membuahkan sikap keras kepala, sedang tidak terpenuhinya unsur ketenangan membawa kecemasan dan kegelisahan pelakunya. Demikian peran puasa dalam membina mutu dan kualitas manusia dan masyarakat  untuk menghadapi kebutuhan masa kini dan masa depan, baik membentengi diri dan masyarakat dari kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi maupun untuk mencapai sukses dan keberhasilan.

Dengan demikian, puasa dibutuhkan oleh semua manusia, kaya atau miskin, pandai atau bodoh – dalam kedudukannya sebagai pribadi atau anggota masyarakat – demi memelihara diri serta mengembangkan masyarakatnya. Tidak heran jika puasa, sebagaimana diinformasikan oleh Alqur’an, telah diwajibkan baik oleh Tuhan maupun atas kesadaran manusia sendiri, sejak dahulu kala: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum kamu agar kamu bertakwa [QS. Al-Baqaraah (2:183)].

Sumber Lentera Hati oleh Quraish Shihab


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matsnawi Maknawi - Buku I Bait 1030 - 1040

Sebuah Dialog

Nilai Kebenaran (yang) Terorganisir